Diskusi: Janji Menikah Tapi Belum Khitbah

Sinyo sudah tahu sejak lama bahwa dalam Islam ikatan resmi antara dua insan manusia berlainan jenis (bukan sesama jenis loh ya) yang bukan sedarah dinyatakan syah atau resmi hanya ada dua, yaitu pinangan dan nikah.

Apakah Islam mengajarkan kita untuk menyepelekan “ikatan” janji yang tidak resmi? Silakan lihat http://wppi.wordpress.com/2007/11/25/ikatan-pacaran-cukup-jelas/

Sekarang katankanlah dua orang insan tersebut sudah “berjanji” akan menikah, janji tersebut tanpa melalui salah satu syariat yang ditetapkan oleh Islam yaitu pinangan atau nikah maka “janji” tersebut sudah ilegal secara materi syariah. Karena sudah jelas hanya melalui pinangan dan nikahlah janji resmi yang dibolehkan. Mengenai jenji-janji yang lain (selain hubungan ikatan dua insan yang berlainan jenis bukan sedarah) cukup simple saja, seperti syarat sebelumnya.

So argumen mas Shodiq tentang “janji” secara umum jelas tidak berlaku karena ikatan janji antara dua insan berlainan jenis yang bukan sedarah sudah ditetepkan dalam Islam yaitu melalui pinangan atau nikah. Silahkan bila ada orang mau “berjanji” tentang ikatan diri, namun jika tanpa piangan dan nikah secara syariah itu tidak ada, ingat yang dibicarakan ikatan diri dua insan berlainana jenis yang bukan sedarah bukan tentang “janji” yang lain ;)

Jadi menurut Sinyo, janji menikah tanpa khitbah itu tidak berlaku (tidak wajib dipenuhi) karena “tidak resmi”? Masya’Allaah…. Sinyo, Sinyo….

Marilah kita berislam secara kaffah (utuh). Syariat Islam itu tidak hanya fiqih (yakni yang diformalkan). Iman dan ihsan, walaupun tidak diformalkan, itu juga merupakan bagian dari Islam, sehingga itu juga berlaku pula.

Sinyo tidak ingin mempersempit makna Islam seperti yang bang Shodiq tuduhkan 

Syukurlah Sinyo tidak ingin mempersempit makna Islam. Dengan demikian, “tuduhan” itu saya cabut dan saya ganti dengan “kekhawatiran“.

Tampaknya Bang Shodiq tidak fokus membaca tulisan Sinyo. Baik akan saya perjelas:
Jawaban Sinyo di atas hanya menjelaskan soal janji yang dipertanyakan oleh bang Shodiq. Bukan soal pengikaran janji, yang Sinyo jelaskan adalah janji itu sendiri.

Ya, maaf kalau tidak fokus. Yang saya persoalkan adalah implikasi dari pandangan Sinyo (yang disampaikan secara “begitu saja” tanpa menghiraukan implikasinya) bahwa yang resmi itu hanya khitbah dan nikah.

Saya khawatir bahwa jika pemahaman Sinyo seperti itu dianut oleh kebanyakan ikhwan, maka hancurlah umat Islam karena mereka dengan mudahnya ingkar janji dengan dalih “tidak resmi”. Untuk contoh kasus, lihat https://pacaranislami.wordpress.com/2008/06/07/ketika-ikhwan-tercinta-mengingkari-janjinya-kepada-akhwat/ 

Padahal, sesuatu yang tidak diformalkan dalam Islam itu bukan berarti tidak berlaku.

Jangankan dalam janji dengan sesama manusia, dalam doa kepada Tuhan pun demikian pula. Syariat Islam memformalkan doa dalam bentuk shalat dan dzikir lainnya. Namun, itu bukan berarti bahwa doa di luar itu (misalnya dalam hati saja) tidak berlaku hanya karena “tidak resmi”.

Contoh lain, Allah memformalkan firman-Nya sehingga menjadi Al-Qur’an. Namun, itu bukan berarti bahwa firman-Nya di hadits qudsi tidak berlaku.

Contoh lain, tasyakuran atas kelahiran anak diformalkan dalam bentuk aqiqah. Namun, itu bukan berarti bahwa bentuk tasyakur lainnya tidak berlaku.

Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Oleh karena itu, supaya pandangan Sinyo itu tidak disalahpahami, saya berharap Sinyo menegaskan bahwa walau “tidak resmi”, janji pranikah tetaplah harus dipenuhi.

Kalau bang Shodiq bisa menunjukkan dalil dalam Islam ada ikatan dua insan lain jenis dan bukan sedarah yang dilakukan tidak melalui pinangan dan nikah, nah itu yang dapat dijadikan acuan tentang apapun yang Bang Shodiq ingin sampaikan kepada khalayak (entah itu lewat buku, blog atau apapun, just simple tidak perlu bertele-tele karena ini memang sesuatu yang mudah dan jelas). Bukan masalah pengikaran janji, bagaimana kita akan membahas menepati janji atau mengingkari janji kalau janji itu sendiri sudah menyalahi contoh yang ada?

Menyalahi? Di manakah letak kesalahannya? Bukankah Sinyo sudah mengerti kaidah ushul fiqih bahwa “semua yang berkenaan dengan [hubungan] keduniaan [sesama manusia] hukumnya adalah HALAL kecuali yang diHARAMkan oleh Islam.”?

Kalau Sinyo mengerti kaidah ushul fiqih tersebut, seharusnya Sinyolah yang menunjukkan bukti bahwa janji menikah di luar khitbah itu diharamkan oleh Islam.

Kalau bang Shodiq mau membaca kembali tulisan saya dari atas (soal pacaran islami) saya hanya ingin memberi contoh bahwa saya melakukan seperti yang diperintahkan Rasul soal pinangan dan nikah (bukan yang lain) dan selama ini Alhamdulillah baik-baik saja. Sinyo tidak sanggup jika dipaksa membicarakan pola pemikiran yang yang lebih dari itu, simple saja hidup saya, yaitu berusaha mencontoh Rasul sesanggup saya. Tentang pemahaman yang selain itu, silahkan bang Shodiq dapat berdiskusi sesama ustadz agama :), karena Sinyo hanya ustadz Bhs. Perancis.

Oke. Saya tidak menyalahkan jalan yang dipilih Sinyo. Saya mendukung sepenuhnya upaya Sinyo untuk mengikuti sunnah Rasul. Saya pun turut bersyukur bahwa hubungan Sinyo dan istri baik-baik saja selama ini. Saya pun ikut mendoakan semoga yang baik-baik saja itu tidak hanya untuk selama ini, tapi juga selama-lamanya. (Amin.)

Jalan yang ditempuh Sinyo itu sudah saya ketahui sejak dulu, tapi saya tidak pernah mempermasalahkannya. Saya baru menanggapinya setelah Sinyo mempublikasikannya di blog Sinyo.  Sebab, saya khawatir implikasinya pada saudara-saudara kita lainnya, yang membacanya atau yang mendengarnya dari si pembaca. Sungguh saya tidak rela umat Islam hancur hanya karena mereka dengan mudahnya ingkar janji dengan dalih “tidak resmi”. Inilah isi hati saya, semoga Sinyo memakluminya.

1 thoughts on “Diskusi: Janji Menikah Tapi Belum Khitbah

  1. PACARAN??? HARI GINI……

    SEKARANG GW MULAI BACA ALQURAN,,
    KEMAREN PAS GW BACA AD SALAH SATU AYAT YG ARTINYA KURANG LEBIH :
    ” JANGAN LAH KALIAN MENDEKATI ZINA…dst”

    emang sih gak di jelasin jangan deketin “pacaran”, tapi setahu gw yg namanya pacaran itu minimal sentuhan tangan, bahkan ciuman, atau paling enggak rabaan. berarti itu mendekati zina juga khan……
    gw baru tahu ternyata pacaran itu gak boleh!!!
    gw gak bakalan terjebak lagi cinta semu, cinta yg menjerumuskan ke jurang kenistaan.
    TOLOL BUAT KALIAN YG UDAH TAHU AYAT INI TP GAK NGAMALIN, BRARTI PEMAHAMAN KALIAN KALAH SAMA ORANG YG BARU BACA “QU’RAN KEMARN SORE”………..

    Tanggapan Admin:
    1) Komentar Edi sangat menyimpang jauh dari topik pembicaraan.
    2) Mengenai apa yang dilakukan dalam pacaran, benarkah pasti mendekati zina, lihat http://wppi.wordpress.com/2008/01/17/ciuman-dengan-pacar/
    3) Mengenai dalil pacaran, lihat https://pacaranislami.wordpress.com/2007/09/06/halal-haram-pacaran-dalil-mana-yang-lebih-kuat/ dan https://pacaranislami.wordpress.com/2007/11/04/bantahan-terhadap-penentang-dalil-dalil-pacaran-islami/
    4) Apakah Alqur’an mengajarkan Anda untuk mengata-ngatai “TOLOL” kepada orang yang berbeda pandangan dengan Anda?

Komentar ditutup.